Persimpangan
Terkadang aku masih bertanya, apakah kau memang benar sudah kehilangan seutuhnya diriku? Atau aku saja yang berpura-pura merelakanmu ketika sebetulnya kau masih memilikiku seperti saat dulu.
Kau masih memilikiku disaat kau tidak lagi menganggapnya seperti itu. Kau masih memilikiku disaat kau butuh dan tidak tahu harus bersandar kepada siapa lagi sebab tidak ada yang tertuju. Kau masih memilikiku di dalam keheningan yang ku sembunyikan rapat-rapat.
Bagaimana bila ternyata kita adalah sepasang yang saling diam. Saling mendoa dalam sunyi. Saling merindu tanpa bunyi. Berprasangka atas asumsi sendiri, sebab tidak pernah berani untuk menemui. Atau, tidak seharusnya untuk bertemu kembali?
Kita tidak pernah bersambut, hanya mengudara melalui harap yang bertaut, tanpa bersaut. Tidak ada cukup keberanian yang meyakinkan bahwa seharusnya semuanya bisa terucapkan.
Setelah hari-hari berganti dengan diiringi hujan sampai pagi. Setelah tangis dan air mata menemani diantaranya, setelah tawa dan bahagia menyelip bersamanya. Setelah semua yang kuhadapi saat sendiri, aku tetap mencarimu.
Dalam diam, dalam kelam, dalam senang, dalam kekhawatiran yang ku tahu pasti tidak akan ku dapatkan jawaban tentangnya. Maka, biarkan aku tetap terus mengenang, memikirkanmu dalam ambang.
Comments
Post a Comment